Sabtu, 27 Juni 2015
amar ma'ruf nahi munkar
MAKALAH
HADITS TARBAWI
“AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR”
OLEH :
NAMA : DONNA DOROTHY VIVIANA
NIM : 151. 125.058
KELAS : VI B
JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2015
A. PENDAHULUAN
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali Al Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya.
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik
B. HADITS
C. TERJEMAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah bersabda:’Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinyaa, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.’ ”(HR. Muslim)
D. PEMBAHASAN
Hadits diatas menunjukkan tentang kewajiban mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan dan pengingkaran terhadap kemungkaran itu wajib, karena barang siapa hatinya tidak mengingkari kemungkaran maka itu menunjukkan bahwa iman hilang dari hatinya.
1. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut syariat al ma’ruf adalah segala hal yang dianggap baik oleh syariat, diperintahkan untuk melakukannya, syariat memujinya serta memuji orang yang melakukannya. Segala bentuk ketaatan kepada Allah masuk dalam pengertian ini, dan yang paling utama adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dan beriman kepadaNya.
Dengan kata lain al munkar adalah segala apa yang dilarang oleh syariat berupa hal-hal yang merusak dunia dan akhirat, akal, dan fitrah yang selamat.
2. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Diantara keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu :
a. Termasuk kewajiban yang paling penting dalam islam
b. Sebagai sebab kebutuhan, keselamatan dan kebaikan bagi masyarakat
c. Menghidupkan hati
d. Sebagai sebab datangnya pertolongan, kemuliaan, dan diberikannya kedudukan (kekuasaan) di bumi
e. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan sedekah
f. Menolak mara bahaya
g. Orang yang mencegah dari perbuatan munkar akan diselamatkan oleh Allah Ta’ala
h. Amar Ma’ruf Nahi Munkar termasuk sifat-sifat orang mu’min yang shalih
i. Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah jihad yang paling utama
j. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan sebab dihapuskannya dosa
k. Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah perkataan yang paling baik dan seutama-utama amal
3. Akibat dan pengaruh jelek meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
a. Mendapat laknat Allah Ta’ala
b. Orang yang meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar mendapat celaan dan hinaan
c. Bertambah banyaknya kerusakan
d. Mendapat hukuman dari Allah Ta’ala
e. Dikuasai oleh musuh-musuh islam
f. Tidak dikabulkannya doa kita
g. Jatuh dalam kebinasaan dan membuat hati menjadi sakit bahkan mati dan akibat lainnya.
4. Tingkatan dalam mencegah kemunkaran
Berikut tingkatan kemunkaran yang harus diketahui, yaitu :
a. Mengetahui kemunkaran
b. Mengingkari kemungkaran dengan tangan dan syarat-syaratnya
c. Mengingkari kemungkaran dengan lisan dan tahapan-tahapannya
d. Mengingkari kemungkaran dengan hati
5. Hukum mengingkari kemungkaran
Mengingkari kemungkaran dengan lisan dan tangan mempunyai dua keadaan :
a. Fardhu Kifayah
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang-orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imran : 104)
Oleh karena itu wajib bagi ulil amri (pemerintah) untuk menunjuk sejumlah orang yang memiliki kemampuan dan persiapan untuk menjalankan tugas ini, sebab ada beberapa perbuatan munkar yang tidak mampu diubah kecuali oleh sejumlah orang tertentu yang memiliki ilmu, pemahaman yang benar, dan sikap hikmah dalam mengobati kemungkaran tersebut. Misalnya untuk membantah firqah Bathiniyah (shufiyah) dan membatalkan keyakinannya dan lainnya, apabila lembaga ini menjalankan kewajiban dari yang lainnya.
b. Fardhu a’in
Imam an-Nawawi berkata : “sesungguhnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah fardu kifayah kemudian terkadang menjadi fardhu ‘ain jika pada suatu keadaan dan kondisi tertentu tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia.”
Jadi barang siapa melihat kesalahan kemudian membencinya dengan hati, ia seperti orang yang tidak melihatnya, jika ia tidak mampu mengingkarinya dengan lisan dan tangannya. Dan barang siapa tidak melihat kesalahan kemudian merestuinya, ia seperti orang yang melihatnya dan mampu mengingkarinya namun tidak mengingkarinya karena merestui kesalahan-kesalahan termasuk hal-hal yang paling buruk yang diharamkan dan menyebabkan pengingkaran dalam hati tidak dapat dilaksanakan padahal pengingkaran dengan hati merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan tidak gugur dari siapa pun dalam semua kondisi.
Dari sini, jelaslah bahwa mengingkari kemungkaran dengan hati adalah wajib bagi setiap muslim di semua kondisi, sedang mengingkarinya dengan tangan dan lidah itu sesuai dengan kemampuan.
6. Perbedaan tingkatan tanggung jawab manusia dalam mengingkari kemungkaran
Telah disebutkan sebelumnya bahwa Allah Ta’ala mewajibkan kita seluruhnya melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar sesuai dengan kesangggupan. Tetapi yang perlu diperhatikan ialah bahwa manusia itu berbeda-beda tingkatannya dalam kewajiban ini. Seorang muslim yang awam (minim ilmu) wajib mengerjakan kewajiban ini sesuai kemampuannya, ia harus menyuruh istri dan anak-anaknya dengan perkara-perkara agama yang telah diketahuinya yamg ia dengar dari mimbar-mimbar (khutbah), pelajaran-pelajaran serta nasihat-nasihat.
Sedang para ulama memiliki kewajiban yang tidak dimiliki selain mereka karena mereka adalah pewaris para nabi. Jika mereka menggampangkan (meremehkan) tugas ini maka masuklah kekurangan pada umat ini, sebagaimana terjadi pada Bani Irsail.
Sementara kewajiban pemerintah pada tugas ini sangat besar sekali karena di tangan merekalah kekuatan berada yang dapat mengembalikan sebagian besar manusia dari kemungkaran, sebab orang yang terpengaruh dengan berbagai nasihat dan wejangan itu sangat sedikit. Dan apabila pemerintah menyepelekan tugas ini maka ini merupakan bencana besar karena dengan sebab itulah kemungkaran menjadi menyebar dan para pelaku kebatilan mereka kepada orang-orang yang berpegang kepada kebenaran dan orang-orang yang mengadakan perbaikan.
7. Mengingkari kemungkaran yang tampak terlihat dan sudah dimaklumi sebagai kemungkaran
Kemungkaran yang wajib diingkari adalah kemungkaran yang telah disepakati para ulama. Sedang kemungkaran yang masih diperdebatkan tidak wajib diingkari pada orang yang mengerjakannya karena berijtihad di dalamnya atau mengikuti mujtahid dengan taklid yang merata di kalangan manusia.
8. Mengingkari kemungkaran dengan hati
Mengingkari kemungkaran dengan tangan dan lisan baik yang hukumnya fardhu ‘ain atau fardhu kifayah adalah sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan. Adapun mengingkari kemungkaran dengan hati adalah fardhu ‘ain yang tidak gugur bagaimanapun keadaannya. Hati yang tidak mengetahui perbuatan ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran adalah hati yang kosong dan hampa dari iman.
9. Mengingkari kemungkaran yang telah disepakati sebagai kemungkaran
Kemungkaran yang wajib kita hilangkan ialah kemungkaran yang telah disepakati kaum muslimin sebagai kemungkaran seperti riba, zina, minum khamr (minuman keras), tabarruj (bersolek bagi wanita untuk selain mahramnya), meninggalkan shalat dan kemungkinan-kemungkinan yang lainnya.
10. Pendorong-pendorong Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
a. Mencari ganjaran pahala
b. Karena takut hukuman dari Allah
c. Marah karena Allah termasuk perkara iman yang wajib
d. Sebagai nasehat bagi kaum mukminin dan kasih sayang kepada mereka serta sebagai upaya menyelamatkan mereka
e. Untuk mengagungkan, membesarkan, dan mencintai Allah Ta’ala
11. Memperhatikan sikap hikmah dalam mengingkari kemungkaran dan menyuruh kepada perbuatan ma’ruf
Diantara bentuk hikmah ialah memperhatikan keadaan orang yang kita perintah dan kita larang. Maka disatu kesempatan harus dengan lemah lembut dan bersikap halus.
12. Pelaku Amar Ma’ruf hendaklah menjadi teladan bagi orang lain
Maksudnya, apabila ia menyuruh kepada kebaikan maka ia adalah orang yang pertama kali mengerjakan perbuatan tersebut dan apabila melarang dari kemungkaran maka ia adalah orang yang pertama kali menjauhi kemungkaran tersebut. Karena Allah membenci pelaku Amar Ma’ruf yang terjatuh pada kemungkaran yang ia larang atas orang lain.
Akan tetapi ini tidak berarti bahwa orang yang melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar itu harus orang yang sempurna dan tidak memiliki kesalahan. Sebab Allah hanya mengingkari perbuatan mereka yang menyelisihi perkataan mereka, bukan mengingkari perbuatan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar itu sendiri. Imam An Nawawi berkata :”para ulama berkata:orang yang menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran tidak disyaratkan harus sempurna keadaannya dengan melaksanakan seluruh apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dia larang darinya. Bahkan kewajiban dia adalah menyuruh (kebaikan) meskipun dia tidak melakukan apa yang dia perintahkan itu dan melarang dari kemungkaran meskipun ia sendiri melakukan apa yang dia larang, katena yang diwajibkan atasnya adalah dua hal : (1)menyuruh dirinya (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran) dan (2) menyuruh orang lain (kepada kebaikan) dan melarang nya (dari kemungkaran).
13. Bahaya meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
a. Dijauhkan dari rahmat Allah sebagaimana ahlul kitab dijauhkan dari rahmat Allah ketika mereka meninggalkan tugas penting ini
b. Binasa di dunia
c. Tidak dikabulkannya doa.
Dari sini dapat diketahui bahwa pengingkaran terhadap perbuatan mungkar itu tidak cukup hanya dengan lisan bagi orang yang mampu melakukannya dengan tanganny, dan tak cukup dengan hati bagi orang yang mampu melakukannya dengan lisannya. Keawjiban Amar Ma’ruf Nahi Mungkar ini telah sesuai dengan alkitab, Assunah dan ijmak, dan ia juga termasuk nasihat yang merupakan agama.
Dari Huzaifah radiyallahu anhu, katanya : Rasulullah bersabda, yang artinya : Demi zat yang jiwaku berada dalam kekuasaanNya hendaklah kalian menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, atau kalau tidak, niscaya Allah benar-benar akan mengirimkan azab dari sisiNya kemudian kalian berdoa kepada Nya maka doa kalian tidak lagi akan diterima.
Benar, tidak semua orang dituntut berkhutbah di atas mimbar. Sebab itu adalah fardhu kifayah. Namun karena banyaknya kemungkaran dan sedikitnya orang-orang yang menyeru (kepada Allah), hukum dakwah bisa berubah menjadi wajib ‘ain. Mereka yang mampu melaksanakannya, hendaklah melaksanakannya dengan sarana yang dikuasainya. Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Siapa saja yang tidak mampu berdakwah secara umum namun dia mampu menyeru tetangga atau kawannya untuk beramal, maka yang seperti itupun wajib baginya.
Mengingkari kemungkaran adalah satu bentuk pengagungan terhadap syariat dan upaya menghidupkannya. Hal itu merupakan salah satu faktor tumbuhnya pohon iman. Mendiamkan kemungkaran akan berpengaruh buruk bagi pohon iman. Jika seseorang terus menerus melihat kemungkaran tetapi dia tidak mengingkarinya, maka akan hilanglah penilaian buruk terhadap kemungkaran itu dari hatinya. Dan jika hati sudah tidak lagi mengingkari kemungkaran, sungguh ini pertanda iman telah sirna darinya.
Orang yang ber’uzlah atau menyendiri dan tidak terlalu berlebihan di dalam berbaur, dirinya berada di dalam kondisi yang aman dan damai, di dalam sebuah benteng yang terjaga dan berada di dalam kondisi sehat wal afiat dan bahagia. ‘Uzlah merupakan langkah yang diambil oleh banyak sahabat tatkala terjadi fitnah, mereka menutup rapat-rapat pintu rumah dan menurunkan tabir penutup. Diantara mereka ada yang melakukannya dengan cara pergi ke tengah padang sahara dan hidup dengan cara menggembala kambing. Mereka melakukan hal tersebut denagn tujuab agar mereka selamat dari isu-isu yang menakutkan yang disebarkan orang awam dan dari keributan yang disebabkan oleh orang-orang “bingung” dan orang-orang bermasalah.
Dengan ber’uzlah, seseorang bisa mentimpan rahasia dan menjaga berita yang tidak layak diketahui orang lain. Karena tidak semua yang diketahui layak dikatakan kepada orang lain. Hal ini sulit sekali untuk dilakukan jika seseorang terlalu banyak berbaur dan berkumpul dengan orang lain. Seseorang tidak bisa mendapatkan bantuan di dalam memenuhi hajatnya seperti yang dia dapatkan dari sikap menyimpan rahasia, dan barang siapa yang bisa menjaga dan menyimpan rahasianya maka kebaikan berada pada genggamannya.
Dengan ber’uzlah, seseorang bisa terhindar dari sikap terlalu berlebihan dan terlalu memaksakan diri dalam berpenampilan dan di dalam berbicara. Dia akan terhindar dari sikap ingin meniru dan mengikuti orang lain di dalam bentuk kondisi hidup dan kekayaan. Dengan ber’uzlah dia bisa diam dan ketika ada diantara mereka melakukan hal yang tidak terpuji, maka ia tidak ingin mengomentarinya. Karena jika anda mengingkari dan mengomentari mereka merasa tidak senang dan keberatan, sehingga mereka akan menjauhi anda. Dan sebaliknya, jika anda berpura-pura menyetujui perbuatan tidak baik tersebut, maka berarti anda telah merusak agama dan kehilangan bagian pahala anda serta perbuatan anda dalam kehidupan dunia ini menjadi sia-sia.
Dengan ber’uzlah, seseorang bisa terhindar dari berbagai kemungkaran yang wajib bagi seseorang untuk mengubah kemungkaran tersebut jika dia melihatnya. Sebelum seseorang melihat kemungkaran, dirinya tidak terbebani kewajiban untuk mengubahnya, namun jika dia telah melihat kemungkaran tersebut, maka wajib bagi dirinya untuk mengingkari kemungkaran tersebut sesuai dengan kemampuan dirinya. Dan jika dia bersikap ceroboh, masa bodoh dan membiarkan saja kemungkaran tersebut, tanpa memiliki sikap mengingkarinya, maka ia akan terkena dosa.
Jika kita telah terbiasa dengan kemungkaran, maka kemungkinan besar kita akan terbiasa pula untuk memberikan pembenaran terhadap hal-hal yang menyimpang. Coba perhatikan ayat lain ketika Allah menyebut orang-orang yang merasa nyaman dengan orang-orang yang tidak beperang sebagai orang-orang yang telah terkunci mata hatinya. Orang-orang seperti ini jauh dari ridha Allah SWT . “mereka rela ada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka dikunci mati,”(Q.S At-Taubah :87)
Abdullah bin Mas’ud menyampaikan, “Hendaknya seseorang hamba menyingkir dari kemungkaran yang terjadi. Bila ia tidak menyingkir, ia juga berdosa seperti pelaku perbuatan mungkar itu. “seseorang bertanya untuk meminta penjelasan lebih lanjut , “kenapa demikian?” Abdullah bin Mas’ud menjawab :”apabila dia tidak menyingkir dari kemungkaran yang ada di hadapannya maka ia dianggap ridha terhadap kemungkaran itu.”
Tidak berusaha menghindar dari kemungkaran bisa dikategorikan sebagai setuju dengan kemungkaran itu. Akibatnya, kita akan mendapatkan dosa karena sikap diam kita terhadap kemungkaran itu. Bagaimana dengan orang yang menyediakan fasilitas kemungkaran, seperti perjudian dan prostitusi? Tentu saja dosa orang-orang seperti itu akan mendapatkan murka dari Allah karena terang-terangan mengingkari perintah-Nya. Orang-orang seperti ini tidak hanya dianggap ridha denan kemungkaran tetapi juga pendukung kemungkaran.
E. NILAI PENDIDIKAN
1. Kita tidak boleh takut untuk mengingkari kemungkaran, baik itu dilakukan oleh keluarga, teman, kerabat bahkan seorang penguasa sekalipun
2. Kita harus memberi contoh yang baik dalam mengamalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar agar diikuti oleh orang yang melihatnya.
3. Jangan pernah lari atau menghindari ketika melihat sebuah kemungkaran, akan tetapi kita harus menasehati (melarang) atau mengingkarinya.
F. KESIMPULAN
Al ma’ruf adalah segala hal yang dianggap baik oleh syariat, diperintahkan untuk melakukannya, syariat memujinya serta memuji orang yang melakukannya. Segala bentuk ketaatan kepada Allah masuk dalam pengertian ini, dan yang paling utama adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dan beriman kepadaNya. Dengan kata lain al munkar adalah segala apa yang dilarang oleh syariat berupa hal-hal yang merusak dunia dan akhirat, akal, dan fitrah yang selamat.
Mengingkari kemungkaran dengan tangan dan lisan baik yang hukumnya fardhu ‘ain atau fardhu kifayah adalah sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan. Adapun mengingkari kemungkaran dengan hati adalah fardhu ‘ain yang tidak gugur bagaimanapun keadaannya. Hati yang tidak mengetahui perbuatan ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran adalah hati yang kosong dan hampa dari iman.
Tidak berusaha menghindar dari kemungkaran bisa dikategorikan sebagai setuju dengan kemungkaran itu. Akibatnya, kita akan mendapatkan dosa karena sikap diam kita terhadap kemungkaran itu. Bagaimana dengan orang yang menyediakan fasilitas kemungkaran, seperti perjudian dan prostitusi? Tentu saja dosa orang-orang seperti itu akan mendapatkan murka dari Allah karena terang-terangan mengingkari perintah-Nya. Orang-orang seperti ini tidak hanya dianggap ridha denan kemungkaran tetapi juga pendukung kemungkaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Qarni, Aidh. 2003. Cahaya Zaman. Depok : Gema Insani.
bin Abdul Qadir Jawas, Yazid. 2011. Syarah arba’in An-Nawawi. Jakarta : Pustaka Imam Asy-syafii.
bin Alfasyani, Ahmad. 2009. Terjemah Al Majalisus Saniyyah. Surabaya : Mutiara Ilmu.
Farid, Ahmad. 2008. Pohon Iman. Solo : Pustaka Arafah.
Machmudi, Yon. Tarbiyah Cinta Imam al-Ghazali. Jakarta : Qultum Media.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar